Kamis, Oktober 16, 2008

Masalah bernama RUU Pornografi



Sore hari, pukul 16.00, sedang bermain Playstation bersama seorang teman. Tiba-tiba sebuah pesan singkat masuk ke handphone saya,

DPR tersudut oleh banyaky surat y menolak RUU pornografi. dukung RUU PORNOGRAFI dg cara Fax pansus RUU Pornografi 021-5715512. Tlg dsebarluaskan. Trima kasih

Apalgi ini, saya pikir. Sebuah gerakan mendukung RUU Pornografi? Di tengah maraknya demonstrasi anti RUU yang sudah dimulai tahun 1997 dan baru mulai diajukan rancangannya pada hari valentine tahun 2006. Setelah sekian banyak silang pendapat dari para wakil rakyat, birokrat, akademisi, pemimpin agama dan budayawan, terbitlah RUU Pornografi pada tanggal 4 September 2008. Tapi tetap saja begitu banyak demonstrasi anti RUU ini.
Sebenarnya bukan hanya yang anti saja, tetapi juga banyak demonstrasi yang mendukung rancangan ini. Disinilah potensi konflik terjadi, ketika ada dua kubu yang saling bertentangan. Bila RUU ini disahkan, yang anti bakal protes, yang saya dengar warga Bali akan menggelar pesta telanjang. Tapi perlu kita waspadai, kalau saja RUU ini tidak disahkan, pasti juga bakal ada yang melakukan protes.
Siapa yang harus mengalah sekarang? Yang pro atau yang anti? Sebelum ada RUU ini tidak pernah ada polemik, tapi mengapa setelah ada orang-orang pada ribut. RUU-nya yang salah? Tapi sebuah peraturan untuk mengatasi maraknya masalah yang berbaut porno jga mendesak. Lalu apa solusinya?
Saya pernah menyaksikan sebuah diskusi mengenai perdebatan RUU Pornografi di TVOne. Yang pro pada saat itu adalah bapak Balkan Kaplale, ketua pansus dan seorang dosen. Sedangkan yang kontra adalah seorang anggota DPR dari Partai Damai Sejahtera dan seorang pemilik agency modeling. Saat itu saya bersama ayah saya, dalam debat, kubu yang kontra sama sekali tidak bisa memberikan penjelasan yang logis dan terkesan lebih banyak memotong perkataan bapak Balkan Kaplale. Ayah saya pada saat itu terang saja merutuki kubu kontra yang hanya berapi-api tanpa alasan yang jelas, dan saya juga, Padahal kami belum membaca sama sekali.
Ketika saya memutuskan untuk menulis, saya mencoba untuk membca RUU Pornografi tanggal 4 September 2008, dan saya pikir tidak ada yang salah dengan RUU itu. Ada yang perlu dibenahi, benar, tapi untuk dibatalkan, saya pikir tidak. Mengenai alasan kalau RUU ini tidak memperhatikan kebhinekaan bangsa saya pikir salah besar, dalam pasal 14 jelas tertulis, "Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan materi seksualitas dapat dilakukan untuk kepentingan dan memiliki nilai: a. seni dan budaya; b. adat istiadat; dan c. ritual tradisional."
Apa lagi yang kurang? Saya bukan menyesali RUU ini dibuat tapi menyesali kenapa kita jadi seperti terbagi ke dalam 2 kubu seperti ini, hanya untuk sebuah undang-undang. Menurut saya, bila RUU ini disahkan dan di hari depan tidak sesuai dengan yang diharapkan, undang-undangnya kan bisa digugurkan, apa gunanya Mahkamah Konstitusi? Atau batalkan saja undang-undang ini, lalu ketika keadaan menjadi tidak seperti yang diharapkan, kita tetap menyalahkan pemerintah.
Jadi teringat sebuah lagu Iwan Fals, berjudul Manusia Setengah Dewa,

Masalah moral masalah akhlak Biar kami cari sendiri Urus saja moralmu urus saja akhlakmu Peraturan yang sehat yang kami mau


Tidak ada komentar: