Senin, Desember 29, 2008

Engkau Lelaki, Kelak Sendiri.

02.43 AM

Hujan belum berhenti. Ditemani sebatang rokok kretek yang tidak menyala karena tidak ada pemantik. Diantara bunyi air yang jatuh sebuah lagu lawas milik Iwan Fals memasuki refrain.

duduk sini nak, dekat pada bapak. Jangan kau ganggu ibumu.
turun lah lekas, dari pangkuannya. Engkau lelaki, kelak sendiri.

Sederhana, tapi jelas mengartikan keadaan selama beberapa tahun belakangan.

Minggu, Desember 14, 2008

Saya Ingin Berbincang Dengan Prabowo Tentang Sepakbola

Ketika membaca tentang Prabowo Subianto Blogging Competition, di halaman , Facebook Prabowo Subianto. Saya kira page tersebut hanya ditujukan untuk menyatakan dukungan dan mungkin berdialog dengan Prabowo Subianto dan caleg-caleg dari Partai Gerindra. Tapi ternyata page tersebut juga memberikan sebuah kesempatan untuk berdialog secara langsung dengan Prabowo Subianto, satu hal yang saya pikirkan adalah, saya harus bertemu beliau. Orang yang namanya sudah saya ketahui sejak lama dan saya kenali lebih jauh dari sebuah iklan politik di tahun 2004 yang menurut saya cukup bagus. Tapi sayang, di tahun itu beliau gagal menjadi capres dari partai Golkar. Namanya meredup, dan kini mengalami renaissance gila-gilaan bersama Gerindra.
Dengan iklan yang menarik dan platform yang jelas, saya jadi ikut tertarik, walau saya tidak mengkategorikan diri sebagai partisan atau pendukung setia.
Kenapa saya ingin bertemu langsung Prabowo? Saya ingin menyampaikan dengan jelas kekhawatiran terbesar saya terhadap bangsa ini. Bukan tentang pangan atau hankam, atau juga ekonomi. Tapi tentang olahraga. Bagi kebanyakan orang mungkin olahraga bukanlah hal yang prinsipil atau penting untuk sekedar dibenahi. Tapi bagi saya, olahraga mesti diperhatikan dengan seksama, karena olahraga adalah alat pemersatu bangsa dan standarisasi kemajuan sebuah bangsa.
Pak Prabowo pernah menjabat sebagai ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia, saya tidak tahu persis bagaimana prestasi pencak silat Indonesia waktu itu, tapi yang jelas, mungkin beliau bisa mengerti tentang pentingnya prestasi olahraga terhadap aspek-aspek kehidupan bangsa.
Ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan di Gelora Bung Karno di Piala Asia lalu, tanpa diperintahkan, jutaan orang Indonesia sejenak melupakan asa dan keluh mereka. Mereka ikut bersama-sama membahanakan Indonesia Raya petang itu.
Ketika lagu Indonesia Raya digemakan di Olimpiade Beijing lalu, setelah ganda kita berhasil meraih emas. Untuk sejenak dan abstrak, seluruh rakyat Indonesia ikut bernyanyi dengan rasa bangga di seluruh raga.
Jujur, bila saya harus memilih pemimpin saya akan pilih presiden yang mau membangun sebuah tim nasional sepakbola yang disegani di Asia, bahkan dunia. Kalau bisa bukan hanya sepakbola, bulutangkis dan olahraga populer lainnya. Sedikit aneh memang, karena banyak capres yang mendengungkan tentang ketahan pangan dan hal-hal lain. Tapi belum ada satupun yang menbunyikan tentang, "Akan memajukan sepakbola Indonesia pada khususnya dan olahraga pada umumnya."
Saya sebenarnya berharap pada pak Prabowo Subianto, untuk mau mengembalikan masa-masa bung Karno dan pak Harto. Masa ketika olahraga dan kemajuan bangsa seperti menjadi simbiosis yang nyata, ya tentu saja pada masa kedua pemimpin kita itu ada pro dan kontra.
Saya ingin mendengar lagu Indonesia Raya berkumandang dengan prestasi yang nyata, pada saat itu, rakyat Indonesia akan melupakan sejenak masalah kelangkaan minyak tanah, bencana alam, isu separatisme, dan hal-hal lain yang mengancam integrasi bangsa.
Mungkin dan dengan harapan yang besar, bapak Prabowo Subianto mau menjadikan masalah olahraga prestasi sebagai salah satu platformnya.

Kamis, Desember 11, 2008

Indonesia, Negrinya Diplomat-Diplomat Hebat


Hari ini, seorang putra bangsa yang hebat kembali dipanggil sang pencipta. Namanya Ali Alatas, figur yang selalu saya ingat sebagai menteri luar negeri pada masa Sekolah Dasar saya. Seorang diplomat kawakan yang merupakan satu alasan terbesar saya untuk juga menjadi seorang diplomat.
Indonesia yang baru merdeka kurang dari 100 tahun, setelah saya mengingat-ingat, ternyata memiliki banyak sekali diplomat-diplomat tangguh yang mungkin lebih sangar daripada Henry Kissinger. Orang-orang pintar yang sangat mahir berdiplomasi. Nama-nama yang sering melintas ringan di buku-buku sejarah sekolah kita dulu. Nama-nama seperti, Achmad Soebardjo, Sutan Sjahrir, Agus Salim, Mohammad Hatta, Roeslan Abdul Gani, Adam Malik, Muchtar Kusumaatmadja, Ali Alatas dan menlu saat ini, Hassan Wirayudha.
Agus Salim, orang minang yang berani menghembuskan asap rokok di depan raja george dan mengatakan, "Anda kenal bau ini? Inilah yang membuat bangsa kami terjajah selama 3,5 abad."
Pada kesempatan itu Raja George cuma terdiam dan menunduk sambil menghirup bau cengkeh dari asap rokok Agus Salim.
Adam Malik yang formalnya hanya tamatan SD, tapi pernah memimpin sidang umum PBB ke-26, tahun 1971.
Muchtar Kusumaatmadja, alumni Yale dan Harvard Law School, dua institusi pendidikan terbaik di dunia sampai saat ini.
Dan masih banyak lagi prestasi mantan-mantan menlu ini. Bukankah beberapa itu sudah mengagumkan? Alasan kita sebenarnya untuk bangga dan tidak mau ditekan oleh bangsa lain.
Indonesia, adalah negerinya diplomat-diplomat hebat. Diplomat yang sangat disegani dan ujung-ujungnya Indonesia sebagai bangsa yang disegani. Obsesi saya adalah, menjadi menteri luar negeri, bukan presiden, aneh memang. Sudah dari dulu, semenjak saya meninggalkan kesempatan besar untuk menjadi seorang pilot AU. Karena sampai sekarang saya masih berpendapat kalau dengan diplomasi apa saja bisa tercapai, baik kedamaian maupun perang. Diplomasi adalah senjata tersantun sebelum mortir diledakkan. Walaupun saya gagal kulah di jurusan Hubungan Internasional, setidaknya di Fakultas Hukum masih relevan untuk menjadi diplomat, bahkan menlu.
Akhirnya, renungan saya sampai di suatu berita bahwa presiden SBY akan memimpim pemakaman Ali Alatas di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisinya. Amin.
Farewell Sire, I'll become u soon, very soon.

Sabtu, Desember 06, 2008

Bermandikan Kata

Asap rokok yang mebumbung di ruangan ini malah menambah detak-detak kesendirian yang sejak tadi sudah tercium pekat
Bersama banyak perasaan gundah dan nelangsa yang menerkam banyak hal aneh dalam diri dan pemikiran jiwa
Mencoba bermain riang dengan sedikit waktu buat menggugah selaksa remang-remang
Apakah ada yang salah dengan matahari yang terbit di timur?
Ceritakan sedikit kepadaku tentang hari lain yang kau lewati bersama semua keanggunan paras dan intelektualitasmu
Apakah kau telah menemukan secercah arti dari penantian yang selalu buat banyak air mata mengalir?
Merah kepondang di sekitar kemukus yang membahana
Mungkinkah kembali semua kisah-kisah sederhana tentang cinta?
Atau untaian-untaian pertautan hati yang menjelma bagai seekor bidadari surgawi
Bermimpi atas semua yang termimpikan di antara batas kesadaran usia
Huh...padanan kata seperti tidak berbentuk menjadi kalimat baku dan sempurna
Kefasihan yang nyata hanya menjadi dilema
Selamat jalan opurtunisme dan segala niatan baik

(menulis ditemani sebatang rokok Djie Sam Soe dan lagu Dilema - D' Massiv)

Rabu, Desember 03, 2008

Cicero dan Aura Kasih

Hampir pukul sepuluh malam ketika saya kembali ke kosan. Menukar pakaian dan mengambil posisi di tempat tidur. Melanjutkan bacaan menarik yang direkomendasikan oleh calon sekretaris jenderal partai politik sekitar 10 - 15 tahun lagi, Harry Rizki Perdana Putra. Judulnya, Imperium.
Saya akan mengetahui sebuah buku menarik apabila saya tertarik paragraf-paragraf pertama dari buku tersebut. Sepeti candu yang tidak ingin kita lewatkan. Itulah yang saya dapat dari Imperium. Karangan Robert Harris, bercerita tentang seorang Romawi yang namanya hanya saya kenal dari buku Ilmu Negara karangan Prof. Dr Soehino, Cicero.
Seorang pengacara tangguh dan hebat yang pernah dimiliki Romawi. Banyak hal yang saya pelajari hanya dari bab-bab awal buku fiksi ini. Saya benar-benar belajar banyak dan saya akan menyelesaikannya dengan sangat singkat saya rasa.
Tak lama setelah kembali membaca malam ini, saya menghidupkan televisi sejenak, untuk refresh mata dari kumpulan banyak tulisan. Browsing sejenak dan mendapati acara yang berganti nama dengan format lama, sebuah acara talk show laris. Saya tonton sejenak dan mendapati Aura Kasih di sana. Entah kenapa saya reflek meletakkan Imperium dan menyaksikan variety show itu sampai selesai. Sebuah pesan singkat dari teman sebelah kamar saya masuk. Kira-kira bunyinya seperti ini.

"Aura kasih di Empat Mata,..hmmm"

Saya akhirnya menyaksikan acara tersebut sampai selesai. Aneh, pelajaran oratori dan problem solving milik Cicero sepertinya tidak menarik saat ini.